PROPOSAL
PENELITIAN SKRIPSI
A.
Identitas Mahasiswa
Nama : SYAHRUL
NIM : 0 9 6 5 1 4 0 7 0
Jurusan : Pendidikan Sejarah
Fakultas : Ilmu Sosial
Alamat : Jl. Sultan Abdullah III
B.
Judul Skripsi
“Politik Luar Negeri
Indonesia pada masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)”
C.
Latar Belakang
Negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya
dengan dunia internasional. Kebijakan tersebut merupakan pencerminan dari
kepentingan nasional, begitu juga dengan Indonesia sebagai negara berdaulat
juga menjalankan politik luar negeri yang senantiasa berkembang disesuaikan
dengan kebutuhan dalam negeri dan perubahan situasi internasional serta latar
belakang pemikiran seorang kepala negara. Indonesia mengacu pada UUD 1945 dalam
menjalankan politik luar negerinya. sebagai mana yang tertuang dalam pembukaan
alinea ke-4 :
“Kemudian daripada itu membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.”[1]
Kutipan sebelumnya menjelaskan selain upaya untuk mencapai kepentingan
nasional Negara Republik Indonesia juga berkewajiban ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Melalui politik luar negeri yang dijalankan maka semua itu dapat terlaksana
sebagaimana yang tersirat dalam kutipan tersebut
Seiring beberapa kali berganti kepemimpinan mulai presiden Soekarno sampai
pada Gus Dur terjadi pemaknaan yang bervariasi terhadap landasan dalam
perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif[2], perubahan itu disebabkan
penyesuaian kebutuhan dalam negeri dan perubahan situasi internasional serta
latar belakang pemikiran seorang kepala negara.
Perlu dipahami, bahwa Indonesia pada masa awal kemerdekaan dengan
keadaan dunia internasional di tengah peta geopolitik pertarungan dua kekuatan
besar antara Blok Barat yang dikomandoi oleh AS dan Blok Timur yang dipimpin
oleh Uni Soviet. Menjadi tantangan tersendiri bagi Soekarno sebagai proklamator
dan juga presiden pertama Republik Indonesia untuk mendapatkan pengakuan
Internasional atas kedaulatan dan kemerdekaan Negara Indonesia, maka pada masa
awal kemerdekaan dibawah kepemimpinan Soekarno politik luar negeri Indonesia
lebih diprioritaskan pada upaya mendapatkan pengakuan dunia internasional
terhadap kedaulatan Negara Republik Indonesia dan serta menuntaskan sisa-sisa
kolonialisai, Soekarno jauh lebih aktif bukan
cuma menentukan arah, tetapi juga nuansa-nuansanya, Peranan kepala negara vital
karena posisi politis dan geografis Indonesia yang amat strategis.
Saat Perang Dingin berkecamuk, Indonesia menjadi rebutan Blok Barat dan Timur.
Barat menjalankan kebijakan subversif agar Indonesia tidak jatuh ke tangan
komunis, China dan Uni Soviet ingin menjadikan kita sebagai satelit. Dominasi
Soekarno tampak dari peranannya menggalang Konferensi Asia-Afrika, Soekarno bahkan
memerintahkan Perwakilan tetap RI di New York
memutuskan Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pergantian
kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto turut pula memberikan dinamika baru pada
struktur dan sistem politik maupun proses pengambilan keputusan pada masa itu.
Perbedaan keyakinan, interpretasi dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan
berpengaruh pada arah dan tujuan politik suatu negara, baik itu dalam negeri
maupun luar negeri. Soeharto tidak dapat dipungkiri telah menjadi tokoh dan
aktor politik yang sepak terjangnya dalam pemerintahan telah mewarnai panggung
sejarah bagi tumbuh dan kembangnya Negara Republik Indonesia serta jasanya
begitu besar untuk bangsa ini namun dosanya juga begitu besar.[3]
Bebeda dengan Soeharto yang lebih pasif
menjalankan politik luar negeri Indonesia dan menyerahkan otoritas kepada para
menlu. Pada masa pemerintahan Soeharto landasan politik luar negeri Indonesia
semakin dipertegas dengan beberapa aturan formal, sebagaimana yang tertuang
dalam ketetapan MPR :
Ketetapan MPR 1973, yang berisi:
1.
Terus
melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya kepada
kepentingan nasional, khususnya pembangunan ekonomi;
2.
Mengambil
langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara dan Pasifik
Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini mampu mengurus
masa depannya sendiri melalui pembangunan ketahanan nasional masing-masing,
serta memperkuat wadah dan kerjasama antara negara anggota Perhimpunan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara;
3.
Mengembangkan
kerjasama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan badan-badan
internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam membantu bangsa-bangsa
yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan kepentingan dan
kedaulatan nasional.[4]
Jelas dari kutipan diatas mengalami Perbedaan dan perubahan arah politik luar negeri Indonesia. Dari orde
Lama ke Orde Baru dapat dilihat dari orientasi kebijakan luar negeri Indonesia
yang tidak lagi berdikari,
namun berorientasi ke luar yakni berusaha membangun hubungan persahabatan
dengan pihak asing terutama negara-negara Barat. Disisi lain tatanan dunia
internasional pasca perang dingin yang ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin
1989 dan Uni Soviet 1991 mengalami perubahan. Memberi peluang bagi Indonesia
untuk menata politik luar negerinya yang mandiri.
Indonesia di tangan Kyai Abdurrahman Wahid atau
akrab dipanggil ‘Gus Dur’[5]
adalah Perjalanan meninggalkan pemerintahan otoriter menuju pemerintahan
demokratik, berakhirnya kekuasaan orde baru 21 Mei 1998 sebenarnya baru
mengantar Indonesia memasuki fase transisi menuju konsolidasi sebelum sampai pada
pematangan demokrasi. Naiknya Gus Dur sebagai presiden republik Indonesia ke-IV
pada tanggal 20 Oktober 1999 sebagai persiden yang terpilih pertama kali paling
demokrasi di Indonesia.[6]
Disudut
lain harus diakui, sebagai pemimpin pemerintahan demokrasi RI pertama dalam
sejarah, memang tak ada figur yang paling pantas memperkenalkan rezim
Indonesia-Baru selain dia. Paralel dengan kondisi ini Gus Dur tengah
mengumpulkan masukan bagi politik luar negeri melalui penyerapan aspirasi dan
ekspektasi internasional.[7]
Dalam keterangan
tersebut Gus Dur yang dianggap sebagai figur yang mampu memperkenalkan
Indonesia dengan wajah yang baru (demokrasi).
Hanya
saja terpilinya Gus Dur sebagai presiden Sedang di tengah keadaan negara yang
terombang-ambing dengan warisan segudang permasalahan yang telah komplit dan
cukup sulit untuk diselesaikan dalam waktu yang singkat menjadi ancaman cukup serius terhadap legitimasi seorang
presiden yang melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan.
Perlu
dipahami bahwa sosok seorang Gus Dur memiliki gagasan besar, tidak jarang
gagasan-gagasan tersebut menimbulkan salah penafsiran yang berujung pada
terjadinya perdebatan, ketika gagasan tersebut disosialisasikan ditengah-tengah
masyarakat. Terbukti beberapa tindakan dan langkah Gus Dur yang selama ini
menjadi bahan perbincangan dimasyarakat apalagi semasa menjabat sebagai
presiden. Gus Dur menjalankan politik luar negeri Indonesia mengambil jalan
berbeda dengan para pendahulunya dengan perumusan pilitik luar negeri yang
berpola “arus-balik” yaitu terlebih dahulu menjaring opini dunia atas
konsep kebijakan melalui diplomasi baru kemudian melakukan perumusan politik
luar negerinya.
Pada
awal pemerintahanya Gus Dur memilih memulihkan citra Indonesia di mata
Internasional dan meredam gerakan-gerakan separatis yang menjadi ancaman
disintegrasi bangsa adalah hal yang harus diperioritaskan dalam politik luar
negerinya. Salah satunya dengan melakukan perjalanan keliling ke-80 negara
dalam kurun 20 bulan pemerintahannya.[8]
Selain itu pada masa pemerintahan Abdurrahman
Wahid ada beberapa hal menarik untuk dijadikan fokus penelitian ini. Pertama,
hal yang melatar belakangi kebijakan politik luar negeri Gus Dur. Kedua,
membandingkan politik luar negeri antara Soekarno, Soeharto, serta Gus Dur.
Ketiga gagalnya gagasan
untuk bekerjasama memajukan Negara-Negara Asia, gagasan membentuk Poros Jakarta,
Beijing, dan New Delhi. Serta rencana pembukaan hubungan dangan dengan
Israel yang sangat menuai kontroversi.
Ada
beberapa alasan mengapa penulis mengangkat masalah dengan Judul “ Politik
luar negeri Indonesia pada masa pemerintaha Abdurrahman Wahid” yang pertama bahwa penulis kagum
dengan sosok seorang Gus Dur akan tetapi dalam penelitian ini penulis berusaha
menilai secara objektif. Kedua, Gus Dur adalah tokoh besar dengan
gagasan yang besar, dengan sendirinya dia merupakan sosok yang layak dikaji
karena pikiran dan tindakanya menjadi bahan perbincangan dan wacana yang selalu
menarik. Ketiga, Gus Dur sebagi seorang yang pernah berada dipusat
perhatian, maka secara tidak langsung, perbuatan dan pernyataannya akan menjadi
bagian dan sejarah bagi bangsa. Keempat, kajian penulis fokus pada
politik luar negeri Indonesia pada masa Gus Dur namun tidak bisa dipisahkan apa
yang beliau lakukan semasa menjabat sebagai presiden, sebab penulis meyakini
begitu banyak buku-buku artikel yang membahas tentang beliau dan sebagainya
namun sangat minim membahas politik luar negeri yang dijalankan Gus Dur pada saat menjabat sebagai presiden Indonesia.
D.
Rumusan Masalah
Menjadi faktor yang penting dalam perumusan
masalah sehingga penulisan menjadi lebih
terarah dan terinci pada subjek penelitian, adapun permasalahan pokok dalam
penelitian ini adalah “Politik Luar Negeri Indonesia pada masa Abdurrahman
Wahid (1999-2001)”. Permasalahan ini kemudian
dirinci dalam beberapa sub permasalahan. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan
sebelumya, maka adapun permasalahan yang akan dikaji dalam Penelitian ini,
sebagai berikut:
1. Apa
yang mempengaruhi kebijakan politik luar negeri pada masa kepemimpinan Gus Dur?
2. Apa
yang membedakan kebijakan politik luar negeri Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur?
3. Apa
yang menyebabkan gagalnya beberapa politik luar negeri yang dijalankan Gus Dur?
E.
Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan pada penelitian ini, secara
rinci dipaparkan sebagai berikut. Pertama, batasan teritorial secara jelas
membahas politik luar negeri Indonesia. Usaha pemerintah memajukan Negara yang
dipimpinnya melalui politik luar negeri yang di jalankan. Kedua, Batasan
temporal dari tahun 1999-2001 di mana pada masa itu Indonesia di bawah
pemerintahan Abdurrahman Wahid. Setelah lengsernya BJ Habibi, mengantar
Indinesia memasuki fase transisi menuju konsolidasi sebelum sampai pada
pematangan demokrasi dan dimulailah babakan baru Indonesia menuju pemerintahan
yang lebih demokratik.
F.
Tujuan Penelitian
Untuk menghindari timbulnya
sindrom ingatan jangka pendek[9]
penulis mencoba menyusun tema ini yang memuat beberapa gagasan politik luar
negeri yang beliau untuk memajukan negeri ini. Penelitian ini juga merupakan
upaya pemaknaan atas penggalan-penggalan sejarah yang pernah dilakukan oleh Gus
Dur. Seseorang dengan mudah bisa menjadi tokoh yang dikagumi hanya karena
mereka bisa tampil memukau dalam sepenggal episode sejarah kehidupan. Namun,
sebaliknya seorang tokoh yang sudah berproses sekian lama untuk memperjuangkan
gagasan secara konsisten, dengan berbagai konsekuensi dan resiko, tiba-tiba
saja harus dilupakan tenggelam dibalik hiruk pikuk tanpa makna.
Berdasarkan
pada permasalahan yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka ada
beberapa hal yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yakni
sebagai berikut:
1. Memahami
hal yang mempengaruhi kebijakan politik luar negeri pada masa kepemimpinan Gus
Dur.
2. Memahami
hal yang membedakan kebijakan politik luar negeri Soekarno, Soeharto, dan Gus
Dur.
3. Memahami
hal yang menyebabkan gagalnya beberapa politik luar negeri yang dijalankan Gus
Dur.
G.
Manfaat Penelitian
Penelitian
di harapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui
dan memperdalam pemahaman kita terhadap kebijakan Politik luar Negeri Indonesia
pada masa Gus Dur.
2. Dapat
memberikan suatu bahan pengayaan sejarah bangsa Indonesia khususnya mengenai Politik
luar Negeri Indonesia pada masa Gus Dur.
3. Dapat
menjadi bahan referensi bagi peminat sejarah dalam memperdalam pemahaman
tentang Politik luar Negeri Indonesia pada masa Gus Dur.
4. Sebagai
wahana pengungkapan makna dan nilai-nilai historis guna memupuk semangat
persatuan dan kesatuan pasca transisi reformasi.
5. Dapat
menambah wacana dan pengetahuan serta kemampuan penulis dalam rangka penelitian
lebih lanjut.
H.
Metodologi Penelitian
Metode
penelitian di jadikan sebagai acuan penelitian agar dalam penulisan nantinya
dapat tersusun secara sistematis serta informasi-informasi yang termuat pada
penulisan penelitian ini benar adanya. Dalam penelitian ini digunakan desain
penelitian deskriptif analistis.
Penelitian
sedkriptif dimaksudkan untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat,
mengilustrasikan secara akurat dari beberapa kejadian yang terjadi untuk
meminimalisir bias, dan analistis merupakan metode menguji hipotesa serta
sumber-sumber yang ada kemudian melakukan interpretasi terhadap hasil pengujian
suber tersebut.[10]
Metode penilitian yang digunakan bersifat
sistematis tidak dapat ditukar-balik antara satu dan yang lain, metode penelitian
meliputi: heuristik, kritik sumber, interpretasi dan, historiografi.
1. Heuristik
Heuristik adalah kegiatan mengumpulkan data
yang diperlukan dalam menyusun karya ilmiah dan tahap
awal dalam usaha penulisan makalalah
ini. Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka, dengan
mengumpulkan data dan informasi tentang politik luar negeri Indonesia terutama
pada masa presiden Abdurrahman Wahid. Baik dari buku-buku, mengunduh dari
internet serta karya-karya lainnya.
Penelitian dilakukan dalam penulisan makalah ini
bersifat deskriktif-analitik yang bertujuan menggambarkan dan menjelaskan
secara sistematik, metode ini dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diteliti berdasarka dari fakta-fakta yang tampak sebagaimana
adanya.
2. Kritik
Sumber
Terdapat penekanan tertentu dalam proses kritik sumber,
yang bertujuan untuk memberikan definisi terperinci kritik sumber itu sendiri.
Tujuan dari kegiatan-kegiatan itu ialah
bahwa setelah sejarawan berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya,
ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada
sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya ia harus menyaringnya secara kritis,
terutama terhadap sumber-sumber pertama, agar terjaring fakta yang menjadi
pilihannya. Langkah-langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik terhadap
bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber.[11]
Dalam metodologi sejarah, setelah melalui tahapan
heuristik selanjutnya adalah tahap kritik. Kritik diperlukan untuk verifikasi
sumber-sumber yang telah diperoleh yang berfungsi menguji keaslian dan
kebenarannya. Kritik terbagi atas dua tahapan, yakni kritik eksternal dan
kritik internal.[12]
a. Kritik Eksternal
Kritik
eksternal dilakukan untuk menguji keaslian sumber sejarah. Keaslian yang
dimaksudkan yaitu sumber asli bukan tiruan, sumber benar yang diinginkan, dan
sumber belum mengalami perubahan.
b. Kritik Internal
Kritik internal merupakan kelanjutan dari kritik eksternal.
Tujuannya untuk mengetahui kebenaran isi dari sumber-sumber sejarah yang
diperoleh. Membandingkan isi sumber yang satu dengan yang lain dalam
permasalahan yang sama maka keabsahan sumber dapat diketahui. Dalam sumber
lisan, maka yang perlu dibandingkan adalah pernyataan informan yang satu dengan
yang lain.
3. Interpretasi
Tahapan selanjutnya setelah proses kritik yaitu
interpretasi. Pada hakikatnya,
interpretasi sejarah sering disebut dengan analisis sejarah. Dalam hal ini,
jika data telah terkumpul dan telah melalui kritik sumber dilakukan analisis
data secara kualitatif dengan menggunakan instrument analisis deduktif[13].
Kemudian disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi
yang menyeluruh. Meski terkadang kendati suatu sebab dapat mengantarkan pada
hasil tertentu, atau menemukan referensi yang bertentangan dalam menyikapi
peristiwa, apalagi berbicara persoalan “Gus
Dur” yang sering dilai kontroversial dimata pengamat dan masyarakat
Indonesia yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Oleh Karena itu,
interpretasi dapat dilakukan dengan cara memperbandingkan data guna menyingkap
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bertepatan dan memahami
seorang tokoh dalam hal ini “Gus Dur”
sebagai fokus makalah ini.
4. Historiografi
Secara umum historiografi merupakan tahapan akhir
dari metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah. Merupakan
tahapan pelaporan hasil penelitian, tahapan penulisan serta pemaparan. Gus Dur
menjalankan politik luar negeri Indonesia dijelaskan secara kronologi rentetan
perjalan perjalanan beliau pada masa pemerintahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdallah, Ulil Abshar. Suaedi, Ahmad. 2011 Gila Gus Dur, Yogyakarta, LKiS.
Barton, Greg, 2012. BIOGRAFI GUS DUR The Authorized Biography of Abdurrahman
Wahid, Cet II, Yogyakarta,
LKiS.
Danudjaja, Budiarto, 2001. Hari-hari INDONESIA GUS DUR. Yogyakarta, Galang Press
Drajat,
Ben Perkasa. Perjalanan
politik Gus Dur. (kompas, 11-Februari-2000,
dlm; Jakarta: Kompas. 2010), hlm. 102.
Fatoni, Sultan. Wijdan, 2014. The Wisdom of Gus Dur Butir-Butir Kearifan
sang waskita. Depok, Imania.
Madjid, M. Saleh. Dan Rahman, Abd Hamid,
2009. Pengantar Ilmu Sejarah.
Makassar: Rayhan Intermedia.
Nasir, Muhammad. Metode
Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 1998), hlm. 105.
Ngawi, Al-Sastrow, 1999. Gus Dur: siapa sih sampean?. Jakarta, Erlangga.
Rafik, Ishak, 2008. Catatan hitam 5 Presiden Indonesia,
Jakarta, Cahaya insan Suci.
Sjamsuddin,
helius, 2007. Metodologi Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.
Wulandari, Ganewati (ed) dkk, 2008. Politik luar negeri Indonesia di tengah pusaran
politik domestik, Jakarta dan
Yogyakarta: kerjasama pustaka pelajar dan pusat penelitian politik-LIPI.
Mudjia
Rahardjo, 2007.
Hermeneutika Gadamerian: Kuasa bahasa
dalam wacana politik Gus Dur. Malang, UinPress.
Internet
http://www.2013/03/tentang-partai-persatuan-pembangunan-ppp.html (diakses 29 November 2013
https://www.Biografi%20Lengkap%20Seluruh%20Presiden%20Indonesia%20%20%20BeritaUnik.net.htm
( diakses 27 November 2013)
www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/228/Centre-For-Strategic-and-International-Studies-CSIS
( diakses 2 Desember 2013 )
YOUTUBE. Pernyataan
Gus Dur waktu berbicara langsung di media (Metro TV) saat menjadi tamu
undangan di acara Kick Andy, 2007
KERANGKA
OUTLINE
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN
HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI
MOTTO
ABSTRAK
DAFTAR ISTILAH
KATA PENGANTAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penelitian
D. Manfaat
Penelitian
E. Metode Penelitian
BAB II Faktor yang
Mempengaruhi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Gus Dur
A. Dalam
Negeri
B. Luar
Negeri
C. Sosok
seorang Kepala Negara
BAB 111 Perbedaan
Politik Luar Negeri Soekarno, Soeharto dan Gus Dur
A. Masa
Orde Lama
B. Masa
Orde Baru
C. Pada
Masa Gus Dur
BAB IV Gagalnya Kebijakan
Politik Luar Negeri Gus Dur
A. Rencana
Pembukaan Hubungan Kerja sama dengan Israel
B. Pembentukan
Poros Jakarta-New Delhi-Beijing
C. Pembentukan
Forum Pasifik Barat
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
[2] Politik luar negeri
Indonesia “bebas aktif” pertama kali
dipaparka oleh Muhammad Hatta di depan Badan Pekerja KNIP, 2 September 1948.
Lihat Muhammad Hatta, Mendayung antara
dua karang.(Jakarta, Departemen Penerangan, 1951). PDF oleh Shohib Maskur
Agustus 2011
[3] Pernyataan Gus Dur
waktu berbicara langsung di media (Metro TV) saat menjdi tamu undangan di acara
Kick Andy, 2007
[4] Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada
Tahun 1973. Lihat GBHN TAP MPR RI No. IV/1973
[5] Gus Dur adalah panggilan akrab Kyia Abdurrahmn Wahid. Istilah “Gus” bagi orang Jawa diperuntukkan bagi
anak seorang Kyai. Wancara via Facebook dengan
Afib Rizal Alumni PMII Semarang
[6] Mudjia Rahardjo. Hermeneutika
Gadamerian: Kuasa bahasa dalam wacana politik Gus Dur.
(Malang: UinPress. 2007), hlm. 2.
[7] Ben Perkasa Drajat. Perjalanan politik Gus Dur. (kompas, 11-Februari-2000, dlm; Jakarta: Kompas. 2010), hlm. 102.
[8] Ganewati Wulandari,
(ed) dkk, Politik luar negeri Indonesiadi
tengah pusaran politik domestic. (Jakarta
dan Yogyakarta: kerjasama pustaka pelajar dan pusat penelitian politik-LIPI.
2008), hlm. 14-15
[9] Meminjam istilah
Al-Sastrow, dalam. Gus Dur: siapa sih
sampean?(Jakarta, Erlangga,1999). Sindrom
ingatan jangka pendek. Cepat
melupakan seorang tokoh yang besar dengan karya besar.
[13] Deduktif merupakan
langkah analisis berupa hal-hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus.
Lihat Sudarto, metode… hlm 24